Finally, ufound guys!
Whatsapp : ( +62 ) 858 104 56135
Senin - Sabtu : 10.00 - 22.00
Selasa, 13 Agustus 2013

Kenangan Kelam Waduk Saguling

Kenangan Kelam Waduk Saguling


Sumber gambar: Google Map

Ini adalah perjalanan NEKADku menyelam ke dasar waduk Saguling untuk sesuatu yang tidak pasti adanya. Begini ceritanya.

            Sudah tiga hari Neng Ninda mengalami mimpi buruk yang sama. Rasanya seperti tenggelam di laut yang sangat dalam. Sesak nafas begitu terasa menyiksanya. Di dalam ketenggelamannya itu ia melihat sebuah desa. Tiba-tiba ia terdorong sampai ke sebuah rumah. Gentingnya terlihat sangat rapuh. Ada lubang yang menganga di sela-sela genting itu. Di dalam lubang itu terdapat sebuah peti. Lalu tiba-tiba semuanya hilang…, hilang menjadi putih dan Ninda pun terbangun.

            Ia menceritakan semua itu padaku. Ia tidak tahu apa maksud mimpi ini. Setiap malamnya, pasti ia mengalami mimpi yang sama. Rasanya begitu menyiksa. Ia tidak tahan lagi. Bahkan ia NEKAD untuk tidak tidur semalaman. Aku kasihan padanya. Ingin sekali aku membantunya.

            Tekadku begitu kuat. Kusisihkan uang gajiku hari demi hari. Agar aku dapat menyewa boat dan peralatan selam pada salah satu temanku. Itu semua NEKAD aku lakukan hanya demi Ninda, agar Ninda terbebas dari mimpi buruknya.

            Sebenarnya aku sudah lama menyukai Ninda. Kami sudah berteman semenjak TK. Ya, kami tinggal di desa yang sama. Desa yang kini sudah berubah menjadi waduk di daerah Cipatat, Padalarang, Bandung. Banyak kenangan manis yang kami alami di desa tersebut. Tetapi sesuatu terjadi. Karena peningkatan populasi di desa kami begitu tinggi, dilakukanlah transmigrasi bedol desa oleh pemerintah. Seluruh warga pergi meninggalkan desa. Waktu itu kami masih duduk di bangku SD.

            Beberapa hari kemudian, kami berdua kembali lagi ke desa ini. Penasaran akan keadaan desa kami. Mengintip dari kejauhan, aku terkejut. Sungguh pemandangan yang memiriskan hati. Desa kami begitu kosong, sunyi, dan senyap. Ditinggalkan begitu saja. Desa ini telah menjadi desa mati. Lalu datanglah air mengalir deras dari berbagai penjuru. Seperti banjir bandang, merendam seluruh desa. Rumah-rumah, kebun pisang, kandang ayam, mushola, semuanya terendam air yang sengaja ditumpahkan oleh pemerintah. Kulihat Ninda menangis tersedu-sedu menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya.

            Ternyata pemerintah mengubah desa kami dan desa lainnya di daerah itu untuk dijadikan sebuah waduk yang sekarang dikenal sebagai “Waduk Saguling”. Terletak  di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut, Waduk ini merupakan salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di Jawa Barat.

Akhirnya, uangku yang terkumpul ini sudah cukup untuk kebutuhanku pergi ke Saguling. Aku segera menghubungi temanku yang memang menyewakan perahu dan peralatan menyelam. Di luar dugaan, temanku beserta beberapa teman lainnya juga ingin menemaniku pergi ke Saguling. Alangkah baiknya mereka, mau bersedia ikut menemaniku meskipun tidak ikut menyelam.

            Memang, menyelam di waduk Saguling untuk mencari sesuatu yang tidak pasti adalah sesuatu yang NEKAD. Teman-temanku tidak mau ambil resiko dengan menyelam ke waduk yang terlihat menyeramkan itu. Bayangkan, aku menyelam ke waduk ini hanya berdasarkan mimpi seseorang? Betapa tololnya diriku. Aku bahkan tak tahu akan kebenaran peti itu. Meskipun begitu, apa salahnya mencoba? Jika aku tidak NEKAD pergi ke waduk Saguling, kapan Ninda sembuh dari mimpi buruknya?

            Sekarang semuanya sudah terlanjur siap. Takut, tidak takut, aku harus NEKAD pergi ke waduk Saguling. Apapun yang terjadi, aku harus berusaha melakukan yang terbaik untuk Ninda. Tak apalah jika memang nanti hasil dari pencarian ini berujung sia-sia, yang terpenting sekarang aku harus mencoba mencarinya.

            Untuk menemukan bekas desaku di dasar waduk itu memang cukup sulit. Meski pun aku masih memiliki ingatan yang kuat akan desaku, namun masih dibutuhkan lebih dari sekedar memori untuk menemukan letak desa itu. Aku meminta tolong pada temanku untuk menemukan titik koordinatnya. Butuh waktu seharian penuh untuk menemukannya.

            Dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun muncul. Temanku menemukan titik koordinat desaku. Sekarang, saatnya untuk mempersiapkan semua alat-alat dan perlengkapan menyelam juga peralatan lainnya. Setelah semua beres, aku tertidur pulas hingga esok.

            Waktu menunjukkan pukul lima pagi. Saatnya untuk aku dan tiga temanku berangkat menuju waduk. Setelah semua siap, kami mulai mengangkut peralatan ke atas jip. Dari daerah Cikutra menuju daerah waduk memakan waktu sekitar dua jam. Sepanjang perjalanan aku terus membayangkan apa yang akan aku hadapi nanti?

            Waktu berlalu begitu saja. Tak terasa, kami telah sampai di tempat tujuan. Sebuah pos yang memang digunakan oleh temanku untuk sekedar mengontrol waduk. Terlihat boat putih telah disiapkan di tepi waduk. Waktu menunjukkan pukul 07.23 WIB. Sebelum berangkat, kami berdo’a. Semoga semuanya berjalan dengan lancar.

            Kami pun berjalan menuju boat. Jantungku berdegup dengan kencang. Kakiku nampaknya mulai sedikit bergetar. Air waduk yang hitam legam menyerang nyaliku. Waduk ini begitu luas. Kemudian sampailah kami di boat.

            Kami pun segera menyusuri waduk menuju titik koordinat yang sudah ditentukan. Aku menatap perairan waduk ini dalam-dalam. Waduk yang menyimpan kenangan di dasarnya. Temanku mulai khawatir denganku. Aku harus tetap tenang dan terus memunculkan tekadku untuk membantu Ninda. Aku pun segera mengganti pakaianku dengan pakaian menyelam. Kusiapkan semua yang diperlukan saat menyelam nanti, termasuk pisau.

            Tak lama kemudian, sampailah kami di tengah waduk, tepat di titik koordinat yang sudah ditentukan. Sunyi senyap tak ada kehidupan di tengah waduk. Sekali lagi ku menatap airnya. Entah apa yang ada di dalamnya. Aku sudah siap. Dengan modal NEKAD, akan kucari peti yang terus muncul di dalam mimpi buruknya Ninda. Semua telah kusiapkan, semua telah kukorbankan, aku tidak boleh berhenti sampai di sini. Aku harus tetap melanjutkan NEKAD TRAVELLING ini sesuai dengan rencana.

            Teman-temanku mulai menyiapkan sel besi yang lebih mirip seperti sangkar. Sel besi itu digunakan untukku agar aku bisa langsung turun ke dasar waduk. Aku pun segera masuk ke dalamnya. Setelah semua peralatan kemanan sudah siap, aku pun diturunkan ke dalam waduk. Dingin airnya mengulitiku. Ikan-ikan kecil berenang menjauhiku. Sinar matahari masih bisa menembus.

            Semakin lama, semakin dalam, semakin gelap, semakin menyeramkan. Aku harus tetap fokus dan memusatkan pikiran untuk menemukan peti itu. Aku menyalakan senter untuk melihat keadaan sekitar. Gelap tak berujung. Sinar matahari tidak dapat menembus bagian ini.

            Lama aku menunggu, aku melihat sebuah atap rumah. Semakin aku ke dalam, semakin terlihat jelas. Aku mulai tersenyum. Aku ingat betul, ini bentuk atap rumah pak Kepala Desa dulu. Suatu keajaiban aku bisa mendarat tepat di daerah yang kukenal. Akhirnya ketemu juga, namun kulihat rumahnya tenggelam dilahap oleh endapan-endapan sedimen. Bahkan semua rumah! Hanya muncul setengah tinggi rumah dan atapnya saja.

            Sampailah aku di dasar waduk. Tekanan airnya menyesakkanku. Aku harus bergerak cepat. Aku ingat, rumah Ninda terletak hanya beberapa rumah setelah rumah Kepala Desa. Sial, posisi desa yang kulihat ini sedikit semrawut. Aku tak tahu pasti di mana rumah Ninda. Aku keluar dari sangkar besi dan mulai berenang meraba menyusuri desa mati ini.

            Tiba-tiba dari kejauhan kulihat sesuatu yang panjang menghampiriku. Aku terkejut bukan main! Detak jantungku semakin cepat. Mataku melotot menatap sosok itu! Seperti ular. Kusiapkan pisau dan makhluk itu menerkam kakiku.

            Aaaa!!!!! Dengan segera kutancapkan pisau ini ke tubuhnya. Akhirnya hewan buas itu lemas dan tak sadarkan diri. Kakiku sakit sekali. Sepertinya mengalami pendarahan. Kucabut dan ambil kembali pisauku. Kembali aku berenang menyusuri desa dengan kondisi kaki yang tidak baik. Setelah menengok ke sana-sini, kulihat sebuah atap dengan loteng yang familiar bagiku. Kucoba berenang mendekatinya.

            Benar saja dugaanku! Ini adalah rumah Ninda. Dengan segera aku melihat-lihat daerah atapnya, mencari peti yang dimaksud dalam mimpi Ninda jika memang ada. Lama aku mencarinya, tak kunjung kutemukan peti itu. Tetapi aku tak boleh menyerah. Aku harus terus berusaha mencarinya.

            Hampir putus asa, kubongkar genting-genting di atap itu satu per satu. Oksigenku hampir habis. Sesak yang kurasa semakin menjadi. Tetapi aku memaksa untuk tidak menyerah sampai kutemukan peti itu atau mati, demi Ninda. Dengan segala amarahku, aku membongkar semua genting hingga acak-acakan tak beraturan.

            Aku terdiam sejenak. Apakah peti itu memang ada? Aku memang tidak ingin mati konyol di sini mencari peti yang berdasarkan dari mimpi belaka, tetapi aku tidak mau semua pengorbananku sia-sia. Memang aku sudah memprediksikan, bahwa perjalanan ini mungkin sia-sia. Tetapi ketika aku di sini, aku berubah pikiran. Pokoknya aku tidak boleh ke permukaan sebelum peti yang dimaksud kutemukan.

            Teman-temanku di atas sana sudah resah menunggu sinyal dariku. Mereka terus memperingatiku lewat radio. Aku katakan pada mereka bahwa aku tidak akan ke permukaan sampai aku dapat petinya.

            Di dalam kegelisahanku, aku melihat seperti sisi tepi kotak kayu di dalam lubang yang menganga di atap itu. Dengan cepat aku langsung berenang ke lubang itu meskipun oksigenku dalam keadaan kritis. Setelah kuperiksa dan kuangkat, ternyata benar! Ini sebuah peti! Tanpa pikir panjang, aku menarik peti yang seukuran dengan empat buah tumpukan laptop itu menuju ke sangkar besi tadi.

            Nafasku terengah-engah. Berusaha mencapai sangkar besi tadi. Kulihat benda itu di kejauhan. Oksigenku habis, aku menghirup udara kosong! Aku berusaha menahan nafas. Rasa sakit di kakiku juga memperparah keadaan. Akhirnya setelah bersusah payah, aku sampai juga ke dalam sangkar itu. Lalu kuberi sinyal kepada teman-temanku tanda bahwa sangkarnya sudah bisa diangkat. Aku sudah tidak kuat lagi.

            Sangkar besi ini sudah mulai bergerak ke atas dengan cepat, dan aku mulai kehabisan kekuatan untuk menahan nafas. Lemas tak berdaya melawan arus air. Entah apakah aku bisa selamat atau meninggal di sini, yang terpenting adalah peti ini tidak lagi berada di dasar waduk.

            Penglihatanku mulai kabur. Aku tidak bisa merasakan tubuhku. Aku mulai kehilangan kesadaranku.

            …

            Tiba-tiba aku terbangun. Banyak orang yang mengelilingiku, termasuk ketiga temanku tadi. Aku ingat! Ini adalah pos tempat kami memulai perjalanan. Akhirnya aku sadar setelah sempat pingsan. Kulihat ekspresi wajah mereka kini suda lega. Semua lukaku sudah dirawat oleh ketiga temanku. Kini kondisiku sudah kembali pulih, meski pun aku harus berjalan pincang. Saatnya untuk kami beristirahat sebelum pulang.

            Aku sangat berterima kasih pada ketiga temanku yang sudah direpotkan olehku. Tak lupa aku membayar biaya yang sudah sepatutnya mereka terima. Jika tidak ada mereka, mungkin aku kembali ke rumah dalam keadaan tak bernyawa.

            Menjelang pukul empat sore, kami sepakat untuk pulang. Di perjalanan, aku dan dua temanku membuka peti tersebut. Alangkah terkejutnya diriku. Di dalamnya terdapat bubur-bubur kertas dan sepotong kayu. Sepotong kayu yang diukir indah dengan sebuah nama dan gambar kembang sepatu. Aku tahu milik siapa nama ini!

            Setelah sampai di rumah, aku langsung pergi menuju rumah Ninda sambil membawa peti tadi. Ninda terkejut melihat keadaan pincangku, dan lebih terkejut melihat aku membawa peti ini. Persis seperti yang ada di dalam mimpinya. Aku mengutarakan maksud kedatanganku. Lalu, Ninda membuka peti tersebut dan mengambil sepotong kayu yang telah diukir indah itu.

            Nama yang diukir di papan itu adalah nama ibunya Ninda. “Indah Saraswati”, nama yang terukir indah bersama ukiran kembang sepatu di papan. Di bawahnya terdapat kalimat “untuk mendiang istriku tersayang, selamat ulang tahun ke 27, salam cinta Syamsidar”. Syamsidar adalah almarhum Ayah Ninda. Spontan Ninda teriak memanggil ibunya.

            Ibunya datang dengan tergopoh-gopoh. Sama seperti Ninda, Ibunya pun terkejut melihat papan itu. Sekarang semuanya jelas. Papan yang diukir indah ini adalah hadiah ulang tahun untuk Ibunya Ninda dari almarhum sang Ayah. Tetapi karena ada beberapa masalah, termasuk bedol desa itu, akhirnya singkat cerita hadiah tersebut tidak sampai pada sang istri. Sampai Ayahnya Ninda meninggal, hadiah itu belum sampai ke tangan Ibunya Ninda. Lalu, besok adalah memang hari ulang tahun Ibunya Ninda. Mungkin Ninda mendapat mimpi seperti itu karena almarhum Ayahnya masih memiliki “hutang” pada istrinya, yaitu Ibunya Ninda.

            Kulihat Ibunya Ninda menangis sambil memeluk papan itu. Kembang sepatu memang bunga favorit Ibunya Ninda sejak dulu. Ninda pun ikut memeluk ibunya. Larut dalam aura kesedihan di ruangan itu, aku hampir saja meneteskan air mata, tetapi masih bisa kutahan.

            Ninda meminta maaf kepadaku karena dia, aku jadi pincang begini. Tetapi sudah kukatakan padanya, yang penting sekarang semuanya sudah selesai. Aku yakin dia tidak akan mengalami mimpi buruk lagi. Tak lama kemudian, aku pamit untuk pulang.

            Di rumah, aku tersenyum puas. Aku bersyukur aku masih bisa selamat, meski pun pulang membawa luka bekas gigitan belut tak dikenal. Tak perlu waktu yang lama, aku pun tertidur pulas di sofa. Keesokan harinya, aku menerima sebuah SMS yang isinya “Makasih banget ya Doni, aku udah nggak ngalamin mimpi buruk lagi, maap ya, gara-gara aku kamu yang nanggung beban berat, aku nggak bermaksud kayak gitu Doonn, Oh ya, mau datang ke rumahku nggak hari ini? Sekalian sama ulang tahun ibuku, hehhe… Love you Don…”.


Cerita di atas hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, kejadian, dan lain-lainnya, itu hanyalah sebuah kebetulan.


Ayo sobat, ekspresikan cerita-cerita travelmu, baik fiksi maupun fakta. seperti pada link-link berikut ini:



dan seperti pada video berikut:


44 komentar:

  1. hahah ane khusuyuk banget bacanya.. eh tenyata ketemu namanya di ujung.. si Doni... kirain si fahri beneran suka ama ninda. XD

    heran juga keapa ceritanya seperti di film-film. Terlalu berbahaya untuk dilakukan mahasiswa informatika. hahaha.

    tapi dugaanku benar.. ini pasti akan jadi fiktif belaka, saya [un heran kenapa ada desa di Indonesia yang begitu. haha

    pokoknya mantap gan.. ane serasa nyelam juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk..... Sengaja tuh nama protagonisnya diletakkan di bagian paling bawah, hehehe

      Hhohoho... Ini memang perbuatan yang tidak patut ditiru gan, apalagi untuk mahasiswa informatika kayak kita ini, hahaha...

      Terima kasih gan, awas lho sesak nafas beneran, hihihii

      Hapus
  2. oh ane kirain siadmin yang punya kisaj menarik sekali ini,, ga taunya si doni

    asyik kontennya.. saya baca sampai habis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheh... Pengalaman admin nggak seekstrim itu Mas, heheh, si Doni emang hebat,

      Terima kasih banyak ya Mas sudah sudi membaca cerita fiksiku, heheh... Alhamdulillah klo asyik Mas

      Hapus
    2. Jujur, saya baca gag sampek habis.
      Saya dikejar deadline gratisan paket internetan mas..
      Saya teruskan besok lagi ya bacanya. :)
      Masih mau keliling ke blog tetangga dulu, cari kopi biar gag ngantuk..
      Hahaha
      Pissssss... (Semoga si Fahri tak marah)..

      Hapus
    3. Hehehe... No Problemo gan, mumpung masih ada paket gratisannya, cepet2 blogwalking sebelum habis, hehehe

      Hapus
  3. Lagi ikutan kontes ya mas
    Moga sukses n menang ya..jgn lupa traktirnya hehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sob, hehehe... Terima kasih ya, aamiin, hohoho... Traktiran?

      Hapus
  4. wih ceritanya mantep extrim banget..
    kalo dikemas dalam film pasti bagus tuh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehee, terima kasih sobat, bener juga ya, seandainya dibuat film bakal lebih sereeemm

      Hapus
  5. mimppi yang buruk itu ternyata membuat kakiku digigit belut misterius, tapi demi tekad tak mau sia-sia semua dijalani dengan iklas....keren!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Emang dasar tuh belut, baru liat daging seger di kedalaman dasar waduk kali ye??

      Terima kasih, hehe, alhamdulillah kalo keren

      Hapus
    2. kalau kontesnya menang pasti hadiahnya dibagi dua dong?

      ya Allah....jadikanlah artikel ini juara kontesnya....aaaaamiiiiin

      Hapus
    3. Aaamiiiinn.... Heheheh, terima kasih banyak Bang.. Eh... Bagi dua??

      Hapus
  6. wuaduh,,,,qrain fahri beneran
    selamat berkompetisi sob,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... Sengaja dibuat surprise di bagian akhirnya, hehe... Terima kasih sobat

      Hapus
  7. hohooo belum sempat baca, udah liat komentar teman2...
    semoga sukses aja buat adminnya.... semangat mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hohoho.... Kepanjangan ceritanya ya? Heheh, ok, sukses juga buat sobat ya, terima kasih

      Hapus
  8. Udah bener baca sampai melotot ngeri.... ehh, taunya fiksi., Asseemmmmss! :D

    Tapi asli seru, semoga sukses ya sobat. Kalau sukses jangn lupa THRnya kirim2 ^^

    Oya, sekalian nih., Taqobalallhu minna wa minkum, minal 'aidin wal faidzin... maaf yak kalau ada salah2 kata.. baru sempet silaturahim..... habis lebaran langsung teparrr

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwwk... SURPRISE!!!!

      Alhamdulillah, terima kasih sobat, sukses juga buat sobat, THR? Hehehe....

      O iya sob, minal aidzin wal faidzin juga, mohon maaf lahir batin.... Capek ya sob? Hehehe, tak apa, capek bersilahturahim insya Allah berkah, hehehe

      Hapus
    2. hahahha,,,,
      pasti kecut tu asemmya

      Hapus
  9. ada bakat jd penghayal dan penulis ni..! *smile

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah yah, hehehe... iya ya, ternyata ada sob

      Hapus
  10. masih suasana lebaran khan,
    jadi nggak apa2 kan kalo aku mohon dimaaafkan lahir batin kalau aku ada salah dan khilaf selama ini,
    back to zero again...sambil lirik kiri kanan nyari ketupat....salam :-)

    BalasHapus
  11. Lagi ikutan kompetisi nulis "nekat traveller" ya sob. Semoga sukses deh. Btw, mau juga dong ajakin ane ke waduk saguling :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sob, heheh, terima kasih ya, sukses juga ntuk sobat... BTW ane aja blon pernah ke saguling lho, wkwkwkw... Semua deskripsi tentang waduk itu hasil ane googling, hihihi

      Hapus
    2. Eh iya ternyata ada tulisan "fiktif belaka"yang ketinggalan ane baca. *kudet-kudet*

      Hapus
    3. WKwkkwwk... Awas lho jangan sampai terlewat, ntar dikira beneran lgi, ahahah

      Hapus
  12. Asli sayya ikut hanyut baca ceritanya sob, hidup dan seru banget

    Semoga sukses sob..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalo gitu Mas, terima kasih... Hehehe... Sukses juga buat Mas yooo

      Hapus
  13. Ini jadi ikutan nekad travel ya mas,saya lihat ada videonya dibawah.

    BalasHapus
  14. tentunya sama sang pacar bos heheheh

    BalasHapus
  15. hehe kirain kisah nyata...
    asik akhirnya happy ending :D

    BalasHapus
  16. seru banget sob ceritanya, pikiran saya ikut terbawa alur ceritanya, keren banget deh, pertama baca kirain kisah nyata sob hehe...

    BalasHapus
  17. Ceritanya keren..
    Cinta sejati ayah ninda pada ibunya.. heheh
    Mungkin jika ceritanya endingnya kisah cinta kamu sama ninda. Mungkin akan terlalu panjang seperti sinetron.
    Ceritanya bagus...

    BalasHapus
  18. aku kadung dredeg ambek terharu walah2 tibane. . . .%&*]?!

    BalasHapus
  19. jaman dulu sebelum saguling air naik....sbulan sebelumnya rumah2 udah pada di bongkarin tuk di ambil material yg masih bisa di bawa........kenangan di bongas Cililin .1983....!!

    BalasHapus

SHARETHIS